Adzan, Tanda Cinta dari Sang Pencipta.

Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Suara adzan menyeru dari balik pengeras suara. Memecah bising dan dingin yang sedari tadi terasa di dalam area masjid berpendingin lima, berpintu dua. Pekikannya menyapa semua telinga.

Meresap, merasuk, memenuhi rongga dada. Adzan Jumat siang ini terasa begitu berbeda. Indah, sangat indah. Hingga tak terasa linang air menetes dari mata.

Kubiarkan pekikan suara muadzin itu memenuhi hati dan kepala hingga kumandang adzan pungkas. Selepasnya, kurapalkan doa, seperti yang dituntunkan Baginda Rasulullah.

Namun tiba-tiba pikiranku menerawang jauh ke belakang. Merenungkan gaduh ruang publik karena kata seorang pembantu kepala negara. Penyebabnya, ia keseleo lidah membandingkan adzan yang mulia dengan suara gonggongan anjing. Dalam kepala hadir tanya, kok bisa ia merendahkan lafaz-lafaz adzan yang begitu mulia?

Lupakah dia bahwa adzan sejatinya manifestasi nyata kasih sayang Sang Pencipta? Lewat adzan, Allah Azza wa Jalla menyeru setiap hamba-Nya untuk datang menghadap dan meminta kepada-Nya. Perhatikanlah lafaz-lafaznya. Betapa tingginya kekuatan adzan dan betapa indah kata-katanya.

Lafaz-lafaz itu dengan seluruh kekuatannya terus-menerus mengingatkan kita akan kilau kehidupan dunia yang sementara. Sementara kembali kepada-Nya adalah sebuah hal niscaya.

Sungguh Allah Maha Cinta dan mencintai hambaNya dengan mengingatkan lima kali sehari semalam untuk bertemu denganNya. Sekaligus meneguhkan hati seorang hamba bahwa di bumi dan di langit hanya ada satu Tuhan yang pantas disembah.

Bacaan dan jumlah bilangan yang dilantunkan dalam suara adzan pun langsung diajarkan oleh kekasihNya, Baginda Nabi Muhammad saw. Ditaksir dan diukur secara proporsional untuk mengingatkan dan mengajak seseorang untuk mengingat dan datang melaksanakan shalat.

***

Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Pekik takbir mengajak kita untuk merenungkan dan membayangkan kemahabesaran dan keagungan sifat-sifat Allah SWT. Empat kali lafaz takbir yang merangkum kesuluruhan dimensi Tuhan yang perlu dihayati.

Asyhadu an laailaaha illallah.
Asyhadu an laailaaha illallah.

Lafaz yang meneguhkan diri untuk terbebas dari segala bentuk penghambaan kecuali hanya kepada Allah SWT. Konon kata para ahli tasawuf, tidak boleh ada sesuatu yang kita ingat, kita kagumi, dan kita cintai selain Allah SWT saat lafaz ini dikumandangkan. Jika mendengarkan kalimat syahadat tersebut tetapi memikirkan sesuatu selain diri-Nya, dikhawatirkan kita menjadi musyrik dengan objek yang dipikirkan itu.

Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah.
Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah.

Seketika lafaz itu membawa kita mengingat junjungan, teladan, pembela, dan pemberi syafaat kita di akhirat. Lafaz ini adalah satu kesatuan dengan kalimat sebelumnya, yang dikenal dengan dua kalimat syahadat. Kita harus menjawab seruan adzan tersebut dengan lafaz yang sama, Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah.

Hayya ‘alashshalah.
Hayya ‘alashshalah.

Tafakur dibutuhkan, sembari menjawab suara adzan itu dengan Laa haula walaa quwwata illaa billah. Hati, rasa dan pikiran kita dituntut untuk terhubung kepada Allah Azza wa Jalla. Membayangkan panggilan itu sebagai undangan khusus Tuhan untuk melakukan “Isra Miraj”, sebagaimana Nabi mengatakan shalat adalah miraj bagi orang beriman. Lafaz ini sesungguhnya merupakan panggilan cinta dari Sang Pencipta.

Hayya ‘alal falaah.
Hayya ‘alal falaah.

Sungguh beruntunglah kita. Menerima ajakan khusus langsung dari Allah subhanahu wa ta’ala ke jalan kemenangan sejati, kemenangan di dunia dan di kehidupan setelahnya yang kekal abadi.

Allaahu Akbar, Allahu Akbar.
Laa Ilaaha Illallah.

Dan kita pun pasrah, tunduk, dan siap untuk menunaikan kewajiban shalat. Ketika kita menjawab takbir itu dengan lafaz yang sama, diri terasa tenggelam di dalam kebesaran Allah SWT. Tidak ada lagi kata-kata duniawi yang keluar dari mulut kita. Pikiran dan perasaan sudah diliputi oleh kebesaran dan keagungan Allah SWT.

***

Adzan Jumat siang ini sungguh terasa berbeda. Hikmat, seakan bersalin rupa menjadi penenang hati yang gelisah. Aku merasakan rindu dan cinta yang berlimpah dari Sang Pencipta. Agar urusan didudukkan, riuh dunia ditambatkan ke langit.

PadaMu yaa Allah, padaMu semata serah segenap sembah.

Awang Darmawan
Seorang hamba yang belajar mencintai Penciptanya.
Pegiat Literasi. Jurnalis.

Write a comment